Showing posts with label Td. Show all posts
Showing posts with label Td. Show all posts

Monday, November 16, 2015

BEDA VAKSIN PENTABIO INFANRIX PEDIACEL

sumber: http://klinikraisha.com

Beda vaksin pentabio,infanrix,pediacel,dpt.dpat,dtap.dpwt
Beda vaksin pentabio,infanrix,pediacel
   “Apa ya beda vaksin Pentabio Infanrix Pediacel ?”. Untuk orang tua yang rutin mengantar buah hati mereka ke tempat imunisasi anak mereka pasti mengetahui salah satu merek vaksin di atas. Tulisan kali ini akan membahas 3 vaksin yang selalu digunakan dalam imunisasi bayi tersebut. Tidak ada unsur promosi dalam tulisan kali ini karena memang vaksin yang beredar hanya 3 merek tersebut dan komposisinya pun cukup berbeda sehingga jika kita hanya menyebutkan nama kandungannya maka akan terdapat interpretasi yang salah.
   Pertanyaan yang sering muncul dari orang tua saat di klinik adalah “apakah vaksin yang akan digunakan untuk imunisasi kali ini yang bikin demam?”. Hampir semua vaksin beresiko untuk menyebabkan demam, tinggal seberapa besar kemungkinannya akan terjadi demam. Kejadian demam tergantung pada banyak faktor, mulai dari individunya, dosisnya, jadwalnya, jenis vaksinnya, dll.
Beda vaksin pentabio,infanrix,pediacel,dpt.dpat,dtap.dpwt
Beda vaksin pentabio,infanrix,pediacel
   “Apa ya beda vaksin Pentabio Infanrix Pediacel ?”. Untuk orang tua yang rutin mengantar buah hati mereka ke tempat imunisasi anak mereka pasti mengetahui salah satu merek vaksin di atas. Tulisan kali ini akan membahas 3 vaksin yang selalu digunakan dalam imunisasi bayi tersebut. Tidak ada unsur promosi dalam tulisan kali ini karena memang vaksin yang beredar hanya 3 merek tersebut dan komposisinya pun cukup berbeda sehingga jika kita hanya menyebutkan nama kandungannya maka akan terdapat interpretasi yang salah.
   Pertanyaan yang sering muncul dari orang tua saat di klinik adalah “apakah vaksin yang akan digunakan untuk imunisasi kali ini yang bikin demam?”. Hampir semua vaksin beresiko untuk menyebabkan demam, tinggal seberapa besar kemungkinannya akan terjadi demam. Kejadian demam tergantung pada banyak faktor, mulai dari individunya, dosisnya, jadwalnya, jenis vaksinnya, dll.
   Individu yang dimaksud di sini maksudnya kondisi penerima vaksin sebelum diimunisasi. Jika kondisi awal pasien sudah mulai demam, bisa jadi setelah divaksin pasien demam, entah karena vaksinnya atau karena perjalanan penyakit sebelumnya. Tetapi perlu diingat bahwa sebenarnya vaksin tetap boleh diberikan ketika anak tidak sedang sakit berat misal hanya demam ringan. Yang menjadi masalah adalah kadang adanya tuntutan dari orang tua yang menyalahkan pemberian vaksin yang menyebabkan buah hati menjadi semakin demam, padahal sebelumnya memang sudah demam meskipun tidak terlalu tinggi, sehingga tanpa divaksin pun panasnya akan menjadi tinggi karena perjalanan penyakitnya. Untuk itu lah banyak vaksinator yang mencari aman dengan memastikan anak yang akan divaksin benar-benar sehat agar tidak terjadi kerancuan antara KIPI dan perjalanan penyakit sebelum divaksin.
   Dosis juga menjadi salah satu faktor timbulnya demam. Misal ...

Thursday, February 19, 2015

Vaksin Difteri Toksoid Untuk Penyakit Difteri


Menifestasi klinik Penyakit Difteri:
Ini adalah penyakit saluran nafas atas yang sanagt menular, yag disebabkan oleh bakteri Corynobacterium diphtheriae, kuman yang bersifat Gram positif. Manusia adalah satu-satunya penjamu bagi kuman difetri ini.
Penyakit difteri ditandai dengan gejalah klinik yang tidak terlalu khas, hanya ada demam yang tidak terlalu tinggi, dan gejalah yang lain baru akan menyusul  beberapa hari kemudian. Infeksi kuman difteri bisa dalam bentuk infeksi kulit, infeksi vagina, infeksi selaput lendir mata konjungtiva dan infeksi di telinga.
Gejala yang serius berupa pembengkakan sekitar leher “bull neck” seperti leher lembu yang disertai terbentuknya selaput tipis warna abu-abu (pseudomembrane) yang akan menutupi saluran jalan pernafasan, sehingga terjadi sesak nafas. Gejala khas penyakit ini adalah reaksi inflamsi selaput lendir saluran nafas atas, yang meliputi daerah faring dan seringkali juga bagian belakang saluran hidung, larings dan saluran nafas trakhea. Terbentuknya selaput berwarna abu-abu (pseudomembrane) didaerah nasofaring sehingga akan menutup saluran pernafasan, yang bisa menyebabkan sesak nafas dan meninggal karena kekurangan oksigen.

Komplikasi lain adalah terjadinya kerusakan organ vital lainnya karena racun eksotoksin yang dilepaskan oleh kuman ini akan menyebar dan terserap sampai ke otot jantung, sistim persarafan dan ginjal, sehingga terjadi kerusakan pada organ vital tersebut dan menyebabkan kematian.
Dalam sejarah, penyakit difteri telah pernah dicatat oleh Hipocrates pada abad ke 5 sebelum masehi, juga pada tahun 1500 sebelum masehi di Mesir.

Epidemiologi
Manusia adalah satu-satunya penjamu bagi kuman C diphtheriae ini, bisa menyebar dengan cara droplet infection atau melalui percikan ludah sewaktu berbicara, mencium,  atau kontak langsung dengan luka di kulit yang mengandung kuman ini.
Masa inkubasi kuman antara 2 hingga 7 hari atau bisa lebih lama, kemudian terjadi gejalah penyakit difteri ini. Pada mereka yang tidak diobati, maka kuman ini bisa ditemukan antara 2 hingga 6 minggu setelah terjadi infeksi, kuman bisa ditemukan di hidung, tenggorokan, di mata dan luka di kulit.
Penularan kuman juga bisa terjadi dari mereka yang baru kembali dari daerah endemik penyakit difteri, misalnya turis yang pulang ke nagaranya dan menginfeksi orang dilingkungannya, karena kontak langsung dengan cara-cara yang disebutkan diatas tadi.
Penyakit difteri dalam bentuk manifestasi yang berat biasanya terjadi pada mereka yang tidak kebal, yaitu mereka yang memang belum di imunisasi terhadap penyakit difteri, atau yang mendapatkan imunisasi terhadap difteri yang tidak lengkap. Sedangkan bagi mereka yang telah kebal, biasanya hanya menderita gejalah ringan, seperti nyeri tenggorokan yang ringan hingga sedang atau menjadi pembawa kuman yang tanpa gejalah (asymptomatic carrier)

Komplikasi Penyakit Difteri
Hal utama dalam hal komplikasi adalah pengaruh toksin yang dikeluarkkan oleh kuman difteri, yang berpengaruh terhadap penyakit yang telah ada, dan juga terhadap organ tubuh vital lainnya. Kematian umumnya karena efek racun ini terhadap organ vital seperti jantung dan saraf.
Bahaya yang langsung adalah adanya pseudomembran atau selaput yang akan menutupi jalan nafas bagian atas, sehingga menyebabkan penderitanya menjadi sesak, tidak bisa bernafas, menjadi warna biru atau cyanosis, satu-satunya cara untuk mengatasi bahaya ini adalah dengan membuat trakheotomi, yaitu dengan melobangi leher bagian depan hingga ke tenggorokan kemudian dipasang pipa untuk menyalurkan oksigen ke paru-paru, yang kemudian disalurkan keseluruh tubuh kita.
Komplikasi yang paling serius adalah bila terjadi kerusakan yang ditimbulkan oleh racun bakteri difteri pada otot jantung miokardium, yang bisa terjadi pada hari ke 3 atau hari ke 7 setelah sakit, ini yang sering menimbulkan kematian pada penderita sakit difteri.

Tatalaksana Penyakit Difteri
Pengobatan Penyakit Difteri :
- Untuk kasus akut, biasanya diberikan anti-toksin dengan dosis antara 20.000 hingga 120.000 unit, tergantung derajat berat penyakit dan lama penyakit itu telah berlangsung, biasanya diberikan secara intravena atau intramuskular.
- Juga diberikan antibiotika golongan penisilin dan erithromisin, dengan tujuan untuk membasmi kuman Cdiphtheriae, sehingga nanti  tidak menjadi carrier atau pembawa kuman difteri dan tidak menularkan kepada orang sekitar lingkungannya. Karena 2 hingga 4 minggu mereka masih  mempunyai kemungkinan menularkan kuman difteri bila mereka tidak dioabati dengan antibiotika dengan baik.
Imunisasi aktif – dengan memakai Vaksin yang mengandung difteri toksoid sebagai vaksin anti Difteri

Sejarah perkembangan vaksin Difteri Toksoid:
Beberapa puluh tahun sebelumnya, orang memakai gabungan toksin-antitoksin difteri untuk melakukanimunisasi pasif untuk mencegah penyakit difteri, dan gabungan toksin-antitoksin ini memberikan angka keberhasilan hingga 85%, ini terjadi  di Amerika pada tahun 1914.
Kemudian Ramon mulai membuat difteri toksoid, yaitu dengan mencampurkan toksin difteri dengan sejumlah kecil formalin, untuk menghilangkan efek toksik dari toksin difteri ini, namun mempertahankan efek imunogeniknya untuk merangsang sistim pertahanan tubuh memproduksi antibody melawan kuman difteri, dan toksoid ini memberikan hasil yang baik dalam pencegahan penyakit difetri.
Pada tahun 1926, Glenny dkk menemukan bahwa difteri toksoid yang digabungkan dengan logam aluminium dan menjadi aluminium precipitated toksoid akan mempunyai  efek imunogenik yang jauh lebih baik daripada hanya toksoid saja, sehingga mulai saat itu hingga sekarang, maka vaksin anti difteri yang kita pakai adalah bentuk  aluminium precipitated difteri toksoid

Vaksin Kombinasi Bersama Difteri Toksoid
Sejak tahun 1940 an, maka mulai dibuat vaksin kombo, yaitu gabungan  antara vaksin difteri toksoid, dengan vaksin tetanus toksoid dan vaksin pertusis yang jenis sel utuh (whole cell), menjadi vaksin kombo pertama yang kita kenal didunia vaksinasi, yaitu vaksin DTwP yang masih kita pergunakan hingga saat ini.
Vaksin DTwP ini juga mengalami perkembangan lebih lanjut, karena sekarang vaksin kombo ini digabungkan dengan garam dari logam aluminium phosphate, yang memberikan efek imunogenik yang jauh lebih baik, sehingga dengan dosis kecil vaksin bisa mencapai efek yang dinginkan, yaitu meningkatkan kemampuan antigen vaksin untuk merangsang sistim pertahanan tubuh memproduksi antibody.
Titer antibody yang  dianggap adekuate untuk mencegah penyakit difteri (setelah medapat 3 dosis vaksin difteri toksoid) adalah :  > 0.01 IU / mL.


Jadwal pemberian vaksin difteri toksoid :
Yaitu mulai diberikan sejak bayi telah berusia 2 bulan, kamudian dosis ke2 pada saat usia mencapai 4 bulan dan dosis ke3 pada usia 6 bulan. Dosis ke 4 pada saat bayi telah berusia antara 15 – 18 bulan. Dosis terakhir, yaitu dosis ke5 diberikan saat anak mulai masuk sekolah sebelum berusia 7 tahun.
Bila dosis ke4 baru diberikan pada saat anak telah berusia 4 tahun atau lebih, maka dosis ke5 yang seharusnya diberikan saat anak sebelum berusia 7,  sudah tidak perlu diberikan lagi.
Perhatikan jarak interval antara suntikan dosis ke3 dan dosis ke4 harus berjarak minimal 6 bulan dari suntikan dosis ke3.

Perhatian:
Bagi mereka yang baru sembuh dari atau pernah menderita penyakit difteri, maka vaksinasi anti difteri lengkap tetap harus diberikan untuk melindungi dari infeksi yang akan datang. Karena pernah menderita penyakit difteri tidak  menjamin akan memberikan kekebalan tubuh terhadap  penyakit tersebut.


Vaksin Tetanus Toksoid – Untuk Penyakit Tetanus


          Penyakit tetanus,  dikenal juga sebagai penyakit “Lock Jaw” (rahang yang terkunci), adalah suatu penyakit yang unik, karena bukan penyakit menular, namun selalu  dianjurkan untuk mendapatkan imunisasi rutin terhadap penyakit ini.
          Penyakit tetanus disebabkan neuro-toksin (racun saraf) yang dikeluarkkan oleh kuman Clostridium tetani, yang terdapat pada tempat yang kotor dan didalam luka yang kotor tidak terawat atau luka yang dalam,sehingga terjadi situasi anaerobic /hypoaerobic, yaitu situasi dimana karena luka yang dalam, sehingga kadar oksigen menjadi sangat sedikit bahkan tidak ada, hal ini memudahkan spora kuman C tetaniuntuk berkembang biak dan mengeluarkan neuro-toksin yang akan menyebar keseluruh organ tubuh, dan menimbulkan kejang hebat dan kematian.

Manifestasi Penyakit Tetanus
          Masa inkubasi – bisa berlangsung beberapa hari hingga beberapa bulan sejak terinfeksi dengan kuman ini, tapi umumnya adalah antara 3 hari hingga 3 minggu setelah infeksi. Lamanya masa inkubasi sampai terjadinya gejalah penyakit, juga berat ringannya penyakit, ada hubungan dengan jarak luka dengan susunan saraf pusat atau otak, semakin dekat jarak lukanya, maka semakin cepat masa inkubasi dan terjadinya gejalah penyakit tetanus, juga semakin berat penyakit tetanus yang akan terjadi.

Gejala Penyakit Tetanus
          Gejala paling umum adalah kejang kaku otot pengunyah mulut (50%) sehingga terjadi yang disebut “lock jaw” (rahang terkunci), kejang ini bisa diikuti oleh kejang otot tubuh yang lain, seperti otot leher, otot dada, otot bagian punggung, otot perut dan otot anggota gerak tubuh. Kontraki kejang ini sedemikian hebatnya, bisa menyebabkan patah tulang panjang dan tulang belakang, juga menimbulkan banyak komplikasi yang lain hingga kematian bila kejang ini terjadi pada otot pernafasan.


Epidemiologi
          Menurut data tahun 1984, bahwa telah terjadi 1 juta kematian bayi yang baru berusia beberapa hari, karena menderita tetanus neonatorum sepanjang tahun. Ada sekitar 310.000 hingga 700.000 kasus tetanus dengan angka kematian antara 122.000 hingga 300.000 pertahun.
          Dengan pemberian vaksin yang mengandung tetanus toksoid, maka angka kematian ini sudah menurun drastis, meskipun masih ada juga kasus kematian yang dilaporkan setiap tahunnya, hal ini terutama terjadi dinegara sedang berkembang.

Jenis Penyakit Tetanus
Menurut cara terjadinya, penyakit tetanus bisa dibagi menjadi :
1.     Tetanus Neonatorum – terjadi pada saat bayi baru berusia 3 hingga 14 hari (90%), umumnya terjadi karena infeksi pada tali pusat, karena proses pemotongan dan perawatan tali  pusat yang tidak higienis, dan biasanya bayi ini lahir dari ibu yang tidak mempunyai antibody terhadap kuman tetanus, artinya ibu ini tidak pernah mendapatkan vaksinasi anti tetanus, atau vaksinasi tetanus tidak lengkap, atau tidak mendapatkan vaksinasi (booster) sebelum menikah. Angka kematian untuk tetanus neonatorum adalah sekitar 95% untuk yang tidak sempat diberikan pengobatan dan sekitar 10 – 90% dengan pengobatan.
2.     Tetanus karena kecelakaan atau luka – ini sering terjadi pada luka yang luas, luka yang dalam seperti luka karena tusukan, luka bakar, luka karena kecelakaan, dimana perawatan luka tidak sesuai dengan standard perawatan luka  yang harus dituruti, seperti aseptik, pembersihan jaringan rusak atau jaringan mati dari luka, pemberian antibotika lokal  dan sistemik yang tidak memadai, dll.


Pengobatan Penyakit Tetanus
Tujuan pengobatan tetanus adalah :
1.     Mencegah neuro-toksin yang masih ada dalam tubuh mencapai susunan saraf pusat, sehingga akan mencegah, menghentikan kemungkinan kejang otot-otot tubuh
2.     Membasmi kuman C tetani yang ada dalam tubuh, sehingga menghilangkan sumber kuman yang memproduksi neuro-toksin dalam tubuh
3.     Perawatan supportif/penunjang bagi pasien selama sakit, untuk mencegah komplikasi dan segala akibatnya


Imunisasi Pasif
          Pada awalnya, orang telah menggunakan anti-toksin tetanus kuda untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tetanus, ini banyak dilakukan saat Perang Dunia Pertama. Karena banyaknya efek simpang dan reaksi alergi dengan anti-toksin kuda ini, akhirnya diganti dengan Human Tetanus Immune Globulin (TIG) pada tahun 1960, dengan dosis antara 3.000 – 6.000 unit diberikan secara intramuskuler, yang lebih baik dalam hal reaksi simpang dan alergi ini.
          Dikatakan bila titer anti-toksin telah mencapai tingkat 0.01 IU/mL, maka sudah tercapai tingkat perlindungan terhadap penyakit tetanus.
Bila TIG tidak ada , kita bisa berikan Immune Globulin Intravena dengan dosis 200 – 400 mg/kg berat badan.

Imunisasi Aktif
          Seperti proses perkembangan awal pembuatan vaksin difteri toksoid, maka ilmuwan membuat toksoid dari toksin tetanus, dengan menambahkan sejumlah kecil formaldehide, maka efek toksik dihilangkan, namun tetap mempertahankan efek imunogenik untuk meranggsang reaksi sistim pertahanan tubuh manusia, untuk bisa membuat antibody untuk melawan kuman tetanus ini.
          Pada tahun 1927, Ramon dan Zoeller berhasil menggabungkan vaksin toksoid difteri dengan vaksin toksoid tetanus menjadi vaksin kombinasi, dengan hasil klinik yang memuaskan. Kedua ilmuwan ini juga menemukan fakta penting, bahwa penyakit tetanus neonatorum sebenarnya bisa dicegah dengan memberikan vaksinasi dan imunisasi tetanus kepada ibu hamil, minimal 2 dosis selama kehamilan.


Sejarah perkembangan vaksin tetanus toksoid
          Vaksin tetanus toksid saja (TT) , dikombinasikan dengan vaksin toksoid difteri menjadi vaksin DT, di-indikasikan untuk pemakaian bayi, sedangkan vaksin kombinasi Td (dosis difetri lebih sedikit), di-indikasikan untuk pemakaian orang dewasa.
          Saat ini kita banyak menggunakan vaksin kombinasi yang mengandung vaksin toksoid tetanus dan toksoid difteri, dan digabungkan juga dengan vaksin pertusis, misalnya vaksin kombinasi pertama yang dihasilkan pada tahun 1927, yaitu vaksin DTwP.
          Lalu vaksin kombinasi DTP ini masih digabungkan lagi dengan vaksin Haemophilus Influenzae type B (Hib), menjadi vaksin DTP-Hib.(quadri-valent vaccine). Atau digabung lagi dengan Inactivated Polio Vaccine (IPV), menjadi vaksin kombinasi DTP-Hib-IPV(penta-valent vaccine).
          Sekarang sudah ada vaksin kombinasi DTP dengan Hepatitis B, sehingga menjadi vaksin kombinasi DTP-Hib-IPV-Hep B (Hexa-valent vaccine)


Jadwal Imunisasi Vaksin Tetanus Toksoid atau Vaksin yang Mengandung Vaksin Tetanus Toksoid
          Yaitu mulai diberikan sejak bayi telah berusia 2 bulan, kamudian dosis ke2 pada saat usia mencapai 4 bulan dan dosis ke3 pada usia 6 bulan. Dosis ke 4 pada saat bayi telah berusia antara 15 – 18 bulan. Dosis terakhir, yaitu dosis ke5 diberikan saat anak mulai masuk sekolah sebelum berusia 7 tahun.
          Perhatikan jarak interval antara suntikan dosis ke3 dan dosis ke4 harus berjarak minimal 6 bulan dari suntikan dosis ke3.
          Efektifitas vaksin tetanus toksoid bisa bertahan hingga sekitar 10 tahun lamanya, sehingga vaksinasi ulangan atau booster dosis baru perlu diberikan setelah 10 tahun kemudian untuk mempertahankan imunitas kita.

Perhatian:
·         Vaksinasi tetanus tetap harus diberikan bagi mereka yang pernah sakit tetanus sebelumnya, karena pernah sakit tidak menjamin bahwa orang tersebut akan kebal terhadap infeksi dan segala akibat dari kuman tetanus.
·         Tetanus neonatorum bisa dicegah dengan memberikan vaksinasi tetanus toksoid untuk ibu hamil, minimal 2 dosis, interval minimal 1 bulan antara dosis ke1 dan dosis ke2, dengan pemberian dosis ke 2 sekitar 2 minggu sebelum melahirkan, ini bisa mencegah hingga 80% kasus tetanus neonatorum.
·         Kehamilan bukan kontraindikasi untuk vaksinasi tetanus toksoid
·         Tidak perlu mengulang seluruh jadwal vaksinasi bila ada yang terlewatkan, juga lama interval antara dosis pemberian, tidak mempengaruhi hasil imunisasi tetanus ini.
·         Untuk vaksinasi orang dewasa, kita mempergunakan vaksin Td, atau vaksin Tdap yang telah beredar di Indonesia


Siapa Saja Yang Memerlukan Vaksinasi Tetanus ?
1.     Wanita hamil, gadis remaja dan wanita usia subur, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi tetanus sebelumnya, atau yang vaksinasi tetanusnya tidak lengkap. Minimal 2 dosis tetanus toksoid (Td atauTdap vaksin) bisa mencegah hingga 80% kasus tetanus neonatorum
2.     Personil militer yang bertugas aktif  di lapangan
3.     Para penjelajah alam
4.     Mereka yang mendapatkan kecelakaan lalu lintas, luka bakar yang luas, luka senjata dan luka tusukan yang dalam