Thursday, February 19, 2015

Vaksin Pertusis Toksoid – Untuk Penyakit Batuk Rejan


          Penyakit pertusis atau penyakit batuk rejan, atau yang dikenal oleh awam batuk seratus hari, adalah suatu penyakir akut infeksi saluran nafas atas yang sangat menular dan gejalahnya khas. Disebut juga dalam bahasa Inggris “whooping cough” karena sewaktu terjadi serangan batuk , maka diantara batuk yang bertubi-tubi itu, akan terdengar suara tarikan nafas yang berbunyi seperti whoopppp.
Penyakit ini bersifat endemik di suatu daerah, dengan siklus kejadian yang meningkat dan berulang kembali setiap 2 hingga 5 tahun sekali.

Manifestasi Penyakit Batuk Rejan
Penyebab penyakit ini adalah kuman Bordetella pertussis. Kuman Gram negatif. Mengeluarakn ekso-toksin yang menyebabkan terjadinya gejalah penyakit pertusis yang spesifik ini.
Penyakit ini dimulai dengan infeksi yang ringan hingga sedang di saluran nafas bagian atas, gejalahnya mirip dengan sakit flu yang disertai dengan batuk, kemudian batuknya menjadi semain sering, dan setiap kali batuk itu akan berlangsung cukup lama dengan suara khas whoop itu, muka anak menjadi biru karena kekurangan oksigen, batuk baru berhenti setelah anak muntah. Anehnya demam hanya ringan atau tidak demam sama sekali. Penyakit ini bisa berlangsung dari beberapa minggu hingga bulan.
Seringkali karena batuk sedemikian hebatnya, sehingga akan terjadi perdarahan dijaringan lunak sekitar mata

Epidemiologi
Dari data internasional, setiap tahun ada sekitar 20 – 50 juta kasus pertusis bayi, dengan angka kematian sekitar 300.000 bayi
Penyakit ini umumnya terjadi pada bayi dan anak, namun orang dewasa juga bisa terkena penyakit ini dengan gejalah yang tidak khas, penyakit berlangsung hingga 10 minggu atau lebih lama pada orang dewasa.
Penyakit ini menjadi berat apabila terjadi pada bayi berusia kurang 6 bulan, terutama pada bayi prematur dan belum di imunisasi. Lama penyakit berlangsung antara 6 hingga 10 minggu.
Komplikasi pada bayi, antara lain :
·         pneumonia sebanyak 22%
·         kejang-kejang sebanyak 2%
·         ensephalopathi (gangguan otak) dan kematian sebanyak 0.5%
Angka kematian bayi yang berusia < 2 bulan adalah sekitar 1%, dan menjadi <0.5% bila bayi sudah berusia 2 hingga 11 bulan.
Untuk penyakit pertusis, tidak akan terjadi perlindungan yang seumur hidup baik itu karena pernah menderita sakit pertusis, atau karena pernah mendapatkan imunisasi pertusis.
Sehingga hal ini yang menyebabkan saat ini semakin banyaknya orang dewasa atau orang tua yang menderita penyakit pertusis atau menjadi pembawa kuman pertusis, dan menajdi sumber penularan kuman pertusis bagi bayi yang berada dalam lingkungan orang tua tersebut.
Dan ini juga yang menjadi dasar ilmiah, mengapa untuk orang dewasa dan orang tua, perlu diberikan booster imunisasi pertusis dengan jenis vaksin Tdap
Dibawah ini adalah hasil survey tentang sumber penularan penyakit atau kuman pertusis kepada bayi didalam rumah :
·          55 % sumber penuaran adalah dari orang tua, yaitu ibu dan ayah  bayi tersebut
·         16% dari saudara kandung atau sepupu yang tinggal serumah dengan bayi tersebut
·         10% dari paman dan bibi bayi yang berkunjung kerumah
·         10% dari teman atau sepupu yang berkunjung kerumah
·           6% dari kakek dan nenek bayi
·         2% dari pembantu rumah tangga


Tatalaksana Penyakit Pertusis
·         Untuk bayi dibawah usia 6 bulan, atau orang berusia lanjut dengan penyakit khronis, dianjurkan perawatan rumah sakit, dengan tujuan perawatan penunjang untuk mengatasi gangguan pernafasan, kekurangan oksigen, bayi kesulitan menyusui, atau komplikasi yang mungkin terjadi sewaktu terjadi serangan batuk yang hebat dan terus menerus.
·         Pemberian antibiotika untuk membasmmi kuman B pertusis, sehingga menghilangkan sumber penyakitnya
·         Vakisnasi lengkap setelah sembuh dari penyakit pertusis.

Vaksin Toksoid Pertusis
Semua vaksin DTaP dan vaksin Tdap mengandung vaksin toksoid pertusis.
Imunisasi Pasif
Sudah diketahui ada beberapa jenis antibody terhadap pertusis yang dihasilkan oleh ibu hamil (Pertussis Toxin dan Filamentous HAemagglutinin) yang bisa melalui darah plasenta sampai ke janin yang sedang dikandungnya, setelah bayi lahir, antibody ini hanya bertahan sekitar 6 minggu dalam tubuh bayi dan akan menghilang semuanya setelah bayi berusia 4 bulan. Juga jumlah antibody ini hanya sedikit sehingga tidak berefek perlindungan terhadap penyakit pertusis untuk bayi tersebut.
Orang juga pernah mempergunakan imuno-globulin yang diperoleh dari orang yang telah divaksinasi pertusis vaksin, namun cara ini tidak dilajutkan untuk pemanfaatan vaksin secara skala besar.

Imunisasi Aktif
Sejarah Perkembangan Vaksin Pertusis
Pada tahun 1906, ilmuwan berhasil mengisolir dan menumbuhkan kuman Bordetella pertussis ini dalam media pembiakan, dan sejak saat itu orang mulai membuat vaksin untuk penyakit pertusis.
Vaksin pertusis yang pertama dibuat dengan cara mematikan terlebih dahulu kuman pertusis, dan vaksinnya yaitu jenis yang whole cell, yang mengandung seluruh komponen kuman pertusis, ini terjadi pada tahun 1914.
Pada tahun 1948, ilmuwan menggabungkan vaksin pertusis ini dengan vaksin toksoid difteri dan vaksin toksoid tetanus menjadi bentuk vaksin kombinasi yang pertama, yaitu vaksin DTwP.

Sejarah Perkembangan Vaksin Pertusis DTaP
Dengan semakin banyak  pemakaian vaksin yang jenis whole cell ini, maka semakin banyak efek simpang vaksin yang terjadi, terutama saat pemberian dosis ke4 dan dosis ke5.
Kenapa  hal ini bisa terjadi? Ternyata dalam jenis whole  cell vaksin itu masih mengandung semua komponen protein dari bakteri bordetella yang mungkin bersifat alergen terhadap sistim imunologi tubuh, sehingga setelah vaksinasi dengan vaksin jenis yang whole cell ini akan terjadi reaksi samping yang tidak kita inginkan, misalnya demam yang sedang hingga cukup tinggi, reaksi merah dan bengkak ditempat suntikan, sehingga mengganggu aktifitas bayi, bayi menjadi cengngeng, menangis sulit berhenti, dan lain-lain.
Meskipun juga disadari bahwa vaksin jenis whole cell ini  sangat imunogenik untuk merangsang sistim imunologi tubuh membuat antibody.
Sehingga ilmuwan mulai mencari cara untuk mendapatkan antigen kuman yang murni, yang hanya berguna sebagai bahan imugenik yang akan dipergunakan dalam bahan vaksin, maka pada akhir tahun 1970an, ilmuwan Sato dan kawan berhasil membuat bahan kuman yang dimurnikan, dan pada tahun 1996, kita mulai mengenal adanya vaksin pertusis jenis acellular yaitu DTaP, yang dipercaya akan memiliki sifat imunogenik yang sama baiknya dengan yang jenis whole cell, namun dengan efek simpang yang jauh lebih sedikit dari yang jenis whole cell vaksin ini.

Vaksin Pertusis Yang Beredar
Adalah vaksin kombinasi antara whole cell pertusis vaksin dengan toksoid difetri dan toksoid tetanus:
·         DTwP /  Hib
·         DTwP /  IPV
·         DtwP / Hep B
·         DTwP/ Hep B / Hib
·         DTwP / Hib / IPV
·         DTwP / Hib/ MnC / Hep B

Vaksin kombinasi antara acellular pertusis vaksin dengan toksoid difteri dan toksid tetanus :
·         DTaP / Hib
·         DTaP / IPV
·         DTaP / Hib / IPV
·         DTaP / Hep B
·         DTaP / Hep B / Hib
·         DTaP / Hib / IPV
·         DTaP / Hib / MnC / Hep B / IPV

Vaksin Toksoid Pertusis
Semua vaksin DTaP dan vaksin Tdap mengandung vaksin toksoid pertusis.

Jadwal pemberian vaksin Pertusis toksoid :
Yaitu mulai diberikan sejak bayi telah berusia 2 bulan, kamudian dosis ke2 pada saat usia mencapai 4 bulan dan dosis ke3 pada usia 6 bulan. Dosis ke 4 pada saat bayi telah berusia antara 15 – 18 bulan. Dosis terakhir, yaitu dosis ke5 diberikan saat anak mulai masuk sekolah sebelum berusia 7 tahun.
Bila dosis ke4 baru diberikan pada saat anak telah berusia 4 tahun atau lebih, maka dosis ke5 yang seharusnya diberikan saat anak sebelum berusia 7,  sudah tidak perlu diberikan lagi.
Perhatikan jarak interval antara suntikan dosis ke3 dan dosis ke4 harus berjarak minimal 6 bulan dari suntikan dosis ke3.

Tindakan Pencegahan Bagi Anggota Keluarga Penderita
Untuk anak dibawah usia 7 tahun, yang beum pernah di-imunisasi atau imunisasi tidak lengkap, harus segera diberikan vaksinasi lengkap, atau melengkapi vaksinasinya sesuai dengan jadwal vaksinasi anak bersangkutan.
Bagi Anak yang terpapar dengan penderita pertusis, dan anak tersebut telah mendapatkan suntikan vaksin dosis ke3 pada atau > 6 bulan yang lalu, maka dosis ke4 harus segera diberikan pada anak tersebut.
Sedangkan anak yang telah mendapatkan suntikan dosis ke4 pada waktu atau > 3 tahun yang lalu, dan pada saat terpapar dengan penderita pertusis usia anak tersebut masih kurang dari 7 tahun, maka dosis ke5 vaksin  pertusis harus segera diberikan pada saat itu.
Sedangkan untuk mereka yang telah berusia remaja 11 – 18 tahun,  atau dewasa, maka dosis penguat diberikan dalam bentuk vaksin Tdap , yang khusus dirancang untuk remaja dan orang dewasa.


Berapa Lama Efektifitas Vaksin DTP (vaksin DTwP  dan DTaP) ?
Dalam literature disebutkan bahwa lama efektifitas vaksin DTwP adalah antara 6 hingga 12 tahun lamanya, sedangkan vaksin DTaP berlangsung antara 2 hingga 6 tahun lamanya.
Jadi tidak ada kekebalan yang berlangsung seumur hidup, sehingga para remaja dan orang dewasa dan orang tua, yang dahulu telah pernah mendapatkan vaksinasi, atau yang belum pernah di vaksinasi, perlu diberikan suntikan booster/penguat dengan vaksin jenis Tdap yang khusus untuk remaja dan orang dewasa.
Yang pasti adalah bahwa, lama efektifitas vaksin DTP ini, sangat terpengaruhi oleh beberapa hal penting, seperti misalnya :
·         Jenis vaksin DTP (DTwP dan DTaP) yang dipergunakan
·         Jumlah dosis yang telah diberikan (dianjurkan 5 dosis lengkap)
·         Jadwal imunisasi vaksin


Efek Simpang atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dengan vaksin DTP (DTwP dan DTaP)
Vaksin kombinasi DTP ini mempunyai cukup  banyak efek  simpang atau KIPI yang secara langsung ataupun tidak langsung terkait dengan pemberian vaksinasi ini. Terutama jenis vaksin yang DTwP whole cell, seperti telah kita bahas diatas, karena dengan komponen whole cell, maka semua bagian kuman pertusis itu dipergunakan sebagai bahan antigen vaksin, mungkin saja diantara sekian banyak komponen protein kuman ini ada yang memang bersifat antigen yang kita perlukan untuk merangsang reaksi dan respon sistim daya tahan tubuh untuk memproduksi antibody untuk melawan bibit penyakit, namun juga tidak dipungkiri, bahwa ada juga komponen kuman yang bersifat reaktogenik, artinya akan menyebabkan reaksi simpang yang tidak kita inginkan, seperti misalnya reaksi simpang yang bersifat lokal, yang lebih sering terjadi pada tempat suntikan, yaitu tempat injeksi menjadi merah, bengkak dan nyeri disentuh, lalu juga reaksi simpang yang bersifat sistemik seluruh tubuh, yaitu demam antara moderate hingga demam tinggi, bayi menjadi gelisah, menangis cengeng tidak mau berhenti, mual dan muntah, atau reaksi simpang yang lebih jarang terjadi, yaitu kejang dan reaksi alergi terhadap komponen vaksin dan kuman ini.
Maka para ilmuwan mulai berputar otak untuk mencari solusi bagi masalah KIPI vaksin DTwP  ini, berkat kemajuan teknologi dan pengetahuan tentang kuman penyakit, maka pada tahun 1996 kita mulai diperkenalkan dengan vaksin DTP generasi baru yaitu DTaP yang jenis Acellular. Vaksin DTaP ini telah mengalami perbaikan, antigen yang dipakai bukan lagi dari seluruh bagian sel kuman pertusis, melainkan beberapa bagian komponen kuman pertusis saja yang bersifat antigenik murni (ada 5 komponen), sehingga sekarang antigen pertusis telah dimurnikan sebelum diperguanakn menjadi antigen vaksin DTaP.
Tentu kita akan bertanya, sekarang apa  bedanya antara vaksin DTwP dan DTaP nih ? Karena hingga saat ini kedua jenis vaksin ini tetap kita pergunakan. Bedanya adalah bahwa yang DTaP adalah karena memakai antigen yang telah dimurnikan, sehingga efek simpang KIPI akan menjadi lebih sedikit, lebih ringan daripada yang DTwP. Namun efek antigenik nya adalah lebih baik yang jenis DTwP, karena memang mempergunakan seluruh komponen sel kuman yang ada, tanpa dimurnikan lebih dahulu. Dari  data penelitian, ternyata efektifitas ke 2 jenis vaksin ini adalah sama efektif untuk mencegah penyakit pertusis di komunitas.

Kesimpulan Tentang Vaksin DTP dan Tdap :
·         Bagi anak yang tertinggal salah satu dosis suntikan, maka tidak perlu mengulang seluruh jadwal dari awal, cukup teruskan dengan dosis yang berikut yang memang akan diberikan sesuai dengan jadwalnya.
·         Vaksinasi booster atau dosis penguat untuk orang dewasa bisa dilakukan dengan vaksin Td dan juga Tdap yang ada di Indonesia
·         Vaksin Tdap sangat dianjurkan untuk wanita hamil, gadis remaja, wanita usia subur, yang belum pernah di-imunisasi atau yang tidak kebal, dengan maksud untuk mengurangi  dan mencegah kasus tetanus neonatorum pada bayi yang baru lahir.
·         Vaksin Tdap bukan kontraindikasi untuk wanita hamil. Minimal 2 dosis Tdap vaksin diberikan selama kehamilan, dengan dosis ke 2 yang diberikan pada saat 2 minggu sebelum melahirkan bayinya.
·         Vaksin DTwP dan DTaP sama efektifnya, hanya berbeda dalam hal efek simpang yang lebih minimal pada jenis acellular



No comments:

Post a Comment