Penyakit pertusis atau penyakit batuk
rejan, atau yang dikenal oleh awam batuk seratus hari, adalah suatu penyakir
akut infeksi saluran nafas atas yang sangat menular dan gejalahnya khas.
Disebut juga dalam bahasa Inggris “whooping cough” karena sewaktu terjadi
serangan batuk , maka diantara batuk yang bertubi-tubi itu, akan terdengar
suara tarikan nafas yang berbunyi seperti whoopppp.
Penyakit ini bersifat endemik di suatu daerah, dengan siklus
kejadian yang meningkat dan berulang kembali setiap 2 hingga 5 tahun sekali.
Manifestasi Penyakit Batuk Rejan
Penyebab penyakit ini
adalah kuman Bordetella pertussis. Kuman Gram negatif.
Mengeluarakn ekso-toksin yang menyebabkan terjadinya gejalah penyakit pertusis
yang spesifik ini.
Penyakit ini dimulai dengan infeksi yang ringan
hingga sedang di saluran nafas bagian atas, gejalahnya mirip dengan sakit flu
yang disertai dengan batuk, kemudian batuknya menjadi semain sering, dan setiap
kali batuk itu akan berlangsung cukup lama dengan suara khas whoop itu, muka
anak menjadi biru karena kekurangan oksigen, batuk baru berhenti setelah anak
muntah. Anehnya demam hanya ringan atau tidak demam sama sekali. Penyakit ini
bisa berlangsung dari beberapa minggu hingga bulan.
Seringkali karena batuk sedemikian hebatnya,
sehingga akan terjadi perdarahan dijaringan lunak sekitar mata
Epidemiologi
Dari data internasional, setiap tahun ada
sekitar 20 – 50 juta kasus pertusis bayi, dengan angka kematian sekitar 300.000
bayi
Penyakit ini umumnya terjadi pada bayi dan anak, namun orang
dewasa juga bisa terkena penyakit ini dengan gejalah yang tidak khas, penyakit
berlangsung hingga 10 minggu atau lebih lama pada orang dewasa.
Penyakit ini menjadi berat apabila terjadi pada
bayi berusia kurang 6 bulan, terutama pada bayi prematur dan belum di
imunisasi. Lama penyakit berlangsung antara 6 hingga 10 minggu.
Komplikasi pada bayi, antara lain :
·
pneumonia sebanyak 22%
·
kejang-kejang sebanyak
2%
·
ensephalopathi (gangguan
otak) dan kematian sebanyak 0.5%
Angka kematian bayi yang berusia < 2 bulan adalah sekitar 1%,
dan menjadi <0.5% bila bayi sudah berusia 2 hingga 11 bulan.
Untuk penyakit pertusis, tidak akan terjadi
perlindungan yang seumur hidup baik itu karena pernah menderita sakit pertusis,
atau karena pernah mendapatkan imunisasi pertusis.
Sehingga hal ini yang menyebabkan saat ini
semakin banyaknya orang dewasa atau orang tua yang menderita penyakit pertusis
atau menjadi pembawa kuman pertusis, dan menajdi sumber penularan kuman pertusis
bagi bayi yang berada dalam lingkungan orang tua tersebut.
Dan ini juga yang
menjadi dasar ilmiah, mengapa untuk orang dewasa dan orang tua, perlu diberikan
booster imunisasi pertusis dengan jenis vaksin Tdap
Dibawah ini adalah hasil survey tentang sumber
penularan penyakit atau kuman pertusis kepada bayi didalam rumah :
·
55 % sumber
penuaran adalah dari orang tua, yaitu ibu dan ayah bayi
tersebut
·
16% dari saudara kandung atau
sepupu yang tinggal serumah dengan bayi tersebut
·
10% dari paman dan bibi bayi
yang berkunjung kerumah
·
10% dari teman atau sepupu yang
berkunjung kerumah
·
6% dari kakek
dan nenek bayi
·
2% dari pembantu rumah tangga
Tatalaksana Penyakit Pertusis
·
Untuk bayi dibawah usia
6 bulan, atau orang berusia lanjut dengan penyakit khronis, dianjurkan
perawatan rumah sakit, dengan tujuan perawatan penunjang untuk mengatasi
gangguan pernafasan, kekurangan oksigen, bayi kesulitan menyusui, atau
komplikasi yang mungkin terjadi sewaktu terjadi serangan batuk yang hebat dan
terus menerus.
·
Pemberian antibiotika
untuk membasmmi kuman B pertusis, sehingga menghilangkan sumber penyakitnya
·
Vakisnasi lengkap
setelah sembuh dari penyakit pertusis.
Vaksin Toksoid Pertusis
Semua vaksin DTaP dan vaksin Tdap mengandung vaksin toksoid
pertusis.
Imunisasi Pasif
Sudah diketahui ada
beberapa jenis antibody terhadap pertusis yang dihasilkan oleh ibu hamil
(Pertussis Toxin dan Filamentous HAemagglutinin) yang bisa melalui darah
plasenta sampai ke janin yang sedang dikandungnya, setelah bayi lahir, antibody
ini hanya bertahan sekitar 6 minggu dalam tubuh bayi dan akan menghilang
semuanya setelah bayi berusia 4 bulan. Juga jumlah antibody ini hanya sedikit
sehingga tidak berefek perlindungan terhadap penyakit pertusis untuk bayi
tersebut.
Orang juga pernah mempergunakan imuno-globulin yang diperoleh dari
orang yang telah divaksinasi pertusis vaksin, namun cara ini tidak dilajutkan
untuk pemanfaatan vaksin secara skala besar.
Imunisasi Aktif
Sejarah Perkembangan Vaksin Pertusis
Pada tahun 1906, ilmuwan berhasil mengisolir dan
menumbuhkan kuman Bordetella pertussis ini dalam media pembiakan, dan sejak
saat itu orang mulai membuat vaksin untuk penyakit pertusis.
Vaksin pertusis yang
pertama dibuat dengan cara mematikan terlebih dahulu kuman pertusis, dan
vaksinnya yaitu jenis yang whole cell, yang mengandung seluruh
komponen kuman pertusis, ini terjadi pada tahun 1914.
Pada tahun 1948, ilmuwan menggabungkan vaksin
pertusis ini dengan vaksin toksoid difteri dan vaksin toksoid tetanus menjadi
bentuk vaksin kombinasi yang pertama, yaitu vaksin DTwP.
Sejarah Perkembangan Vaksin Pertusis DTaP
Dengan semakin banyak pemakaian vaksin
yang jenis whole cell ini, maka semakin banyak efek simpang vaksin yang
terjadi, terutama saat pemberian dosis ke4 dan dosis ke5.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Ternyata
dalam jenis whole cell vaksin itu masih mengandung semua komponen protein
dari bakteri bordetella yang mungkin bersifat alergen terhadap sistim imunologi
tubuh, sehingga setelah vaksinasi dengan vaksin jenis yang whole cell ini akan
terjadi reaksi samping yang tidak kita inginkan, misalnya demam yang sedang
hingga cukup tinggi, reaksi merah dan bengkak ditempat suntikan, sehingga
mengganggu aktifitas bayi, bayi menjadi cengngeng, menangis sulit berhenti, dan
lain-lain.
Meskipun juga disadari
bahwa vaksin jenis whole cell ini sangat imunogenik untuk
merangsang sistim imunologi tubuh membuat antibody.
Sehingga ilmuwan mulai mencari cara untuk
mendapatkan antigen kuman yang murni, yang hanya berguna sebagai bahan imugenik
yang akan dipergunakan dalam bahan vaksin, maka pada akhir tahun 1970an,
ilmuwan Sato dan kawan berhasil membuat bahan kuman
yang dimurnikan, dan pada tahun 1996, kita mulai mengenal
adanya vaksin pertusis jenis acellular yaitu DTaP, yang dipercaya
akan memiliki sifat imunogenik yang sama baiknya dengan yang jenis whole cell,
namun dengan efek simpang yang jauh lebih sedikit dari yang jenis whole cell
vaksin ini.
Vaksin Pertusis Yang Beredar
Adalah vaksin kombinasi antara whole
cell pertusis vaksin dengan toksoid difetri dan toksoid
tetanus:
·
DTwP / Hib
·
DTwP / IPV
·
DtwP / Hep B
·
DTwP/ Hep B / Hib
·
DTwP / Hib / IPV
·
DTwP / Hib/ MnC / Hep B
Vaksin kombinasi antara acellular
pertusis vaksin dengan toksoid difteri dan toksid
tetanus :
·
DTaP / Hib
·
DTaP / IPV
·
DTaP / Hib / IPV
·
DTaP / Hep B
·
DTaP / Hep B / Hib
·
DTaP / Hib / IPV
·
DTaP / Hib / MnC / Hep B
/ IPV
Vaksin Toksoid Pertusis
Semua vaksin DTaP dan vaksin Tdap mengandung vaksin toksoid
pertusis.
Jadwal pemberian vaksin Pertusis toksoid :
Yaitu mulai diberikan sejak bayi telah berusia 2
bulan, kamudian dosis ke2 pada saat usia mencapai 4 bulan dan dosis ke3 pada
usia 6 bulan. Dosis ke 4 pada saat bayi telah berusia antara 15 – 18 bulan.
Dosis terakhir, yaitu dosis ke5 diberikan saat anak mulai masuk sekolah sebelum
berusia 7 tahun.
Bila dosis ke4 baru diberikan pada saat anak
telah berusia 4 tahun atau lebih, maka dosis ke5 yang seharusnya diberikan saat
anak sebelum berusia 7, sudah tidak perlu diberikan lagi.
Perhatikan jarak interval antara suntikan dosis
ke3 dan dosis ke4 harus berjarak minimal 6 bulan dari suntikan dosis ke3.
Tindakan Pencegahan Bagi Anggota Keluarga
Penderita
Untuk anak dibawah
usia 7 tahun, yang beum pernah di-imunisasi atau imunisasi tidak lengkap,
harus segera diberikan vaksinasi lengkap, atau melengkapi vaksinasinya sesuai
dengan jadwal vaksinasi anak bersangkutan.
Bagi Anak yang terpapar dengan penderita
pertusis, dan anak tersebut telah mendapatkan suntikan vaksin dosis ke3 pada
atau > 6 bulan yang lalu, maka dosis ke4 harus segera diberikan pada anak
tersebut.
Sedangkan anak yang telah mendapatkan suntikan
dosis ke4 pada waktu atau > 3 tahun yang lalu, dan pada saat terpapar dengan
penderita pertusis usia anak tersebut masih kurang dari 7 tahun, maka dosis ke5
vaksin pertusis harus segera diberikan pada saat itu.
Sedangkan untuk mereka
yang telah berusia remaja 11 – 18 tahun, atau dewasa,
maka dosis penguat diberikan dalam bentuk vaksin Tdap , yang
khusus dirancang untuk remaja dan orang dewasa.
Berapa Lama Efektifitas Vaksin DTP (vaksin DTwP dan DTaP)
?
Dalam literature disebutkan bahwa lama
efektifitas vaksin DTwP adalah antara 6 hingga 12 tahun lamanya, sedangkan
vaksin DTaP berlangsung antara 2 hingga 6 tahun lamanya.
Jadi tidak ada kekebalan yang berlangsung seumur
hidup, sehingga para remaja dan orang dewasa dan orang tua, yang dahulu telah
pernah mendapatkan vaksinasi, atau yang belum pernah di vaksinasi, perlu
diberikan suntikan booster/penguat dengan vaksin jenis Tdap yang khusus untuk
remaja dan orang dewasa.
Yang pasti adalah bahwa, lama
efektifitas vaksin DTP ini, sangat terpengaruhi oleh
beberapa hal penting, seperti misalnya :
·
Jenis
vaksin DTP (DTwP
dan DTaP) yang dipergunakan
·
Jumlah
dosis yang telah
diberikan (dianjurkan 5 dosis lengkap)
·
Jadwal
imunisasi vaksin
Efek Simpang atau Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi dengan vaksin DTP (DTwP dan DTaP)
Vaksin kombinasi DTP ini mempunyai cukup
banyak efek simpang atau KIPI yang secara langsung ataupun tidak langsung
terkait dengan pemberian vaksinasi ini. Terutama jenis vaksin yang DTwP
whole cell, seperti telah kita bahas diatas, karena dengan komponen whole
cell, maka semua bagian kuman pertusis itu dipergunakan sebagai bahan antigen
vaksin, mungkin saja diantara sekian banyak komponen protein kuman ini ada yang
memang bersifat antigen yang kita perlukan untuk merangsang reaksi dan respon
sistim daya tahan tubuh untuk memproduksi antibody untuk melawan bibit
penyakit, namun juga tidak dipungkiri, bahwa ada juga komponen kuman yang
bersifat reaktogenik, artinya akan menyebabkan reaksi simpang yang
tidak kita inginkan, seperti misalnya reaksi simpang yang bersifat lokal, yang
lebih sering terjadi pada tempat suntikan, yaitu tempat injeksi menjadi merah,
bengkak dan nyeri disentuh, lalu juga reaksi simpang yang bersifat sistemik
seluruh tubuh, yaitu demam antara moderate hingga demam tinggi, bayi menjadi
gelisah, menangis cengeng tidak mau berhenti, mual dan muntah, atau reaksi
simpang yang lebih jarang terjadi, yaitu kejang dan reaksi alergi terhadap
komponen vaksin dan kuman ini.
Maka para ilmuwan mulai
berputar otak untuk mencari solusi bagi masalah KIPI vaksin DTwP ini,
berkat kemajuan teknologi dan pengetahuan tentang kuman penyakit, maka pada
tahun 1996 kita mulai diperkenalkan dengan vaksin DTP generasi baru yaitu DTaP yang
jenis Acellular. Vaksin DTaP ini telah mengalami perbaikan, antigen yang
dipakai bukan lagi dari seluruh bagian sel kuman pertusis, melainkan beberapa
bagian komponen kuman pertusis saja yang bersifat antigenik murni (ada 5
komponen), sehingga sekarang antigen pertusis telah dimurnikan sebelum
diperguanakn menjadi antigen vaksin DTaP.
Tentu kita akan bertanya, sekarang apa bedanya antara vaksin
DTwP dan DTaP nih ? Karena hingga saat ini kedua jenis vaksin ini tetap kita
pergunakan. Bedanya adalah bahwa yang DTaP adalah karena memakai antigen yang
telah dimurnikan, sehingga efek simpang KIPI akan menjadi lebih sedikit, lebih
ringan daripada yang DTwP. Namun efek antigenik nya adalah lebih baik yang
jenis DTwP, karena memang mempergunakan seluruh komponen sel kuman yang ada,
tanpa dimurnikan lebih dahulu. Dari data penelitian, ternyata efektifitas
ke 2 jenis vaksin ini adalah sama efektif untuk mencegah penyakit pertusis di
komunitas.
Kesimpulan Tentang Vaksin DTP dan Tdap :
·
Bagi anak yang
tertinggal salah satu dosis suntikan, maka tidak perlu mengulang seluruh jadwal
dari awal, cukup teruskan dengan dosis yang berikut yang memang akan diberikan
sesuai dengan jadwalnya.
·
Vaksinasi booster atau
dosis penguat untuk orang dewasa bisa dilakukan dengan vaksin Td dan juga Tdap
yang ada di Indonesia
·
Vaksin Tdap sangat
dianjurkan untuk wanita hamil, gadis remaja, wanita usia subur, yang belum
pernah di-imunisasi atau yang tidak kebal, dengan maksud untuk mengurangi
dan mencegah kasus tetanus neonatorum pada bayi yang baru lahir.
·
Vaksin Tdap bukan
kontraindikasi untuk wanita hamil. Minimal 2 dosis Tdap vaksin diberikan selama
kehamilan, dengan dosis ke 2 yang diberikan pada saat 2 minggu sebelum melahirkan
bayinya.
·
Vaksin DTwP dan DTaP
sama efektifnya, hanya berbeda dalam hal efek simpang yang lebih minimal pada
jenis acellular
No comments:
Post a Comment